Halaman

Jumat, 07 Juni 2013

Wawasan Islam


A.    Terminologi Islam tentang IPTEK
Agama Islam datang dan diturunkan melalui wahyu Allah, sedangkan ilmu pengetahuan merupakan hasil olah pikir dan akal budi manusia ciptaan Allah. Karena itu, kebenaran ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Yang satu bersifat apa adanya (given) dari Allah yang mutlak kebenarannya, sedangkan yang lain diciptakan dan disusun oleh manusia yang kebenarannya bersifat relatif. Walau demikian, agama Islam dan ilmu pengetahuan pada hakikatnya bersumber dari Allah dan Allah mendorong manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, agama Islam tidak menentang atau menghambat lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang sering disangkakan orang. Bahkan sebaliknya Islam justru mendorong lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi, karena penguasaan hal tersebut merupakan perwujudan dari tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi yang dibekali akal untuk berfikir.
Ilmu pengetahuan sebagai produk akal senantiasa dapat diikuti oleh Agama Islam, karena Islam memberikan tempat yang tulus bagi pengembangan pemikiran manusia. Akal diperintahkan untuk bekerja dengan giat memikirkan dengan serius dan mendalam terhadap segala hal dan segala peristiwa di alam raya ini. Sesuai firman Allah QS. Yunus ayat 101.
Ayat tersebut mendorong manusia untuk mengadakan pengamatan pada langit, bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disana. Pengamatan, penelitian, dan observasi merupakan bagian dari metode yang digunakan ilmu pengetahuan. Dengan demikian agama Islam memandang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pandangan yang positif, bahkan mendorong manusia untuk menggali dan mengembangkannya.
Ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam, tidak dibiarkan berdiri ditempat netral dan berjalan sendiri. Ilmu bukan untuk ilmu itu sendiri, tetapi ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia. Bahkan ilmu pengetahuan diarahkan kepada pencarian kebenaran yang dapat difungsikan untuk menambah keyakinan akan kemahakuasaan Allah dan kebenaran agama.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah kumpulan rasionalitas manusia yang dihasilkan dari logika dan fenomena-fenomena alam. Gejala-gejala alam adalah aturan baku yang ditetapkan Allah atas alam semesta yang disebut sunnatullah. Ilmu pengetahuan pada dasarnya hasil upaya manusia mendeskripsikan secara rasional dan sistematik hukum-hukum (sunatullah) tersebut. Jika ilmu pengetahuan merupakan deskripsi sunatullah, maka sumber ilmu pengetahuan adalah Allah sendiri.
Teknologi adalah penerapan ilmu pengetahuan secara sistematis untuk memanfaatkan alam disekelilingnya dan mengendalikan gejala-gejala yang dapat dikemudikan manusia dalam proses-proses produktif yang ekonomis. Teknologi sebagai penerapan ilmu pengetahuan diarahkan kepada kepentingan untuk mencapai kesejahteraan manusia. Kesejahteraan manusia tidak terletak pada pemenuhan kebutuhan material semata, melainkan juga kebutuhan rohaniah. Jadi, IPTEK ditempatkan sebagai alat bukan tujuan.
Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat menghayati kuasaan Allah yang tidak terbatas sehingga manusia dapat merasakan keterbatasan dan kelemahan dirinya dihadapan Allah. Karena itu sudah sepantasnya manusia menghambakan dirinya kepada Allah Yang Maha Kuasa.Islam menempatkan ilmu pengetahuan pada tempat yang tinggi dan mulia, sesuai dengan QS. Al-Mujaadillah ayat 11. Penyebutan orang yang beriman dan berilmu mengisyaratkan bersatunya iman dengan ilmu. karena itu, dalam pandangan Islam ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, ia selalu memihak kepada kebaikan dan kebenaran.
Alam yang luas menjadi objek ilmu pengetahuan adalah bukti kekuasaan Allah yang tidak terhingga sebagaimana diungkapkan dalam Firman-Nya (QS. Al-Baqarah:255). Ayat ini menunjukkan bahwa sangat luas kekuasaan Allah (ilmu-Nya) antara langit dan bumi. Hal ini menunjukkan bahwa sangatlah luas ilmu yang bisa digali di alam semesta ini. Betapa luasnya ranah tersebut, sehingga kalaupun manusia memperoleh ilmu pengetahuan, dalam pandangan Allah ilmu tersebut masih sangat sedikit.
Dengan demikian, tampaklah bahwa agama Islam berpandangan sangat luas dan positif terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi serta mendorong umatnya untuk menguasainya dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan umat manusia dan keridhaan Allah SWT.


Sumber Nilai dalam Ajaran Islam



A.    Al-Quran
1.      Arti Al-Quran
Al-quran adalah  sumber  ajaran pokok dalam agama islam yang berisikan firman-firman Allah yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang melalui wahyu-wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril. Al-Quran berisi 6236 ayat, 114 surat dan 30 juz. Ayat Al-quran yang pertama kali turun adalah surah Al-alaq ayat 1-5  yang dimulai dengan kata iqra (bacalah !) yang mengisyaratkan pentingnya membaca ayat-ayat Allah yang tersurat dalam (Al-Quran) dan ayat-ayat yang tersirat dalam alam (alkaun). Surat yang paling akhir diturunkan  adalah surah Al-Maidah ayat 3.
Al-Quran sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk islam, jika dibaca menjadi ibadah kepada Allah SWT. Dengan keterangan tersebut, maka firman Allah yang diturunkan kepada nabi Musa AS dan Isa AS, serta nabi-nabi yang lain tidak dinamakan Al-quran. Demikian juga firman Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW, yang jika dibacanya bukan sebagai ibadah seperti hadist Qudsi tidak pula dinamakan Al-Quran.
Kata Al-Quran sendiri menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca yang berasal dari kata Qaraa. Dalam nama ini terkandung pengertian bahwa Al-Quran bagi umat islam merupakan bacaan harian. Karena merupakan ibadah bagi pembacanya. Oleh sebab itu, setiap muslim harus bisa memabaca Al-Quran, walaupun belum bisa mengungkap isinya. Selain Al-Quran wahyu ini diberikan nama-nama lain oleh Allah yaitu :
(a)    Al-kitab yang berarti tulisan atau yang ditulis karna ayat-ayat Al-Quran itu tertulis, terdiri dari huruf , kalimat, dan auat-ayat. Penamaan Al-Quran sebagai Al-kitab ini diungkapkan dalam firman Allah : (Q.S. Al-kahfi, 18:1).
(b)   Al-furqan yang berarti pembeda atau pemisah. Dengan membaca dan memahami Al-Quran, orang dapat membedakan dan memisahkan antara hak dan batil. Penamaan Al-Quran dengan Al-Furqan dinyatakan dalam firman Allah : (Q.S. Al-furqan).
(c)    Al-kalam berarti ucapan, yang menunjukan bahwa Al-Quran selurunya ucapan Allah, terdapat pada (Q.S. At-Taubah, 9:6).
(d)   Az-zikra berarti peringatan, karena Al-Quran mengingatkan manusia akan posisinya sebagai makhluk Allah yang memiliki tanggung jawab. Nama ini menunjukkan fungsi Al-Quran selaku motivasi amal yaitu agar manusia beramal baik dan konsisten dengan kebajikan.
(e)    Al-Qusas, berarti cerita-cerita yang menunjukkan tentang cerita nyata masyarakatpada masa silam bahkan sejak kejadian manusia pertama kali. Terdapat pada (Q.S. Ali Imran, 3:62)
(f)    Alhuda berarti petunjuk yakni menunjukkan fungsi Al-Quran selaku petunjuk yang hanya dengannya manusia dapat mencapai keridaan Allah. Terdapat pada (Q.S. At-Taubah, 9:33)
(g)   Almauizah berarti nasihat yang menunjukkan bahwa semakin didekati Al-Quran semakin menjadi teman dialog dengan nasihat-nasihatnya yang menyejukkan. (Q.S. Yunus, 10:57).
(h)   Asy-Syifa berarti obat atau penawar jiwa yang apabila benar-benar menghayati Al-quran dan mengamalkannya secara konsisten (Q.S.  Al-Israa, 17:82).
(i)     An-Nur berarti cahaya yang menunjukkan bahwa Al-Quran memantulkan cahaya Tuhan dan karenanya ia mampu menembus bungkus jasad manusia dan menyinari rongga dadanya. Apabila manusia itu sendiri sanggup merespon Al-Quran dengan baik. (Q.S. An-Nisaa’, 4:174) .
(j)     Ar-Rahmah berarti karunia (Q.S. An-Naml, 27:77).

2.      Baris-Baris Besar Isi Al-Quran
a.       Tauhid
b.      Pokok-pokok peraturan atau hukum, yaitu aturan tentang hubungan dengan Allah, antar manusia dan hubungan manusia dengan alam.
c.       Janji dan ancaman
d.      Pokok-pokok aturan tingkah laku didalam hidup pergaulan bermasyarakat.
e.       Petunjuk dasar tentang tanda-tanda alam yang menujukkan kebesaran Allah sebagai pencipta.
f.       Inti sejarah orang-orang yang tunduk kepada Allah.

3.      Dasar-dasar Al-Quran Dalam Membuat Hukum
Al-Quran selalu berpedoman kepada dua hal yaitu :
a.       Tidak memberatkan
Sebagaimana firman Allah (Q.S. Al-Baqarah, 2:286)
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang malainkan sesuai dengan kesanggupannya”.
Dan (Q.S. Al-Baqarah, 2:185)
Artinya : “Allah menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki kesempitan bagimu”.
Dengan dasar-dasar itulah kita boleh :
(a)    MengQashar  shalat (dari empat menjadi dua raka’at) dan menjama’ (mengumpulkan 2 shalat) yang apabila dalam bepergian sesuai dengan syarat-syaratnya.
(b)   Boleh bertayammum sebagai ganti wudhu.
(c)    Boleh tidak berpuasa apabila dalam bepergian.

b.       Berangsur-Angsur
Ayat-ayat Al-Quran turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan  dan 22 hari. Pada periode Mekah (Ayat Makiyah) sebanyak 4.780 ayat (86 surat) dan periode Madinah (Ayat Madaniyah) sebanyak 1.456 ayat (28 Surat). Ayat Makiyah pada umumnya ayat-ayatnya pendek-pendek, isinya mengedepankan kepercayaan meletakkan kaidah-kaidah umum syariah (peraturan) dan akhlak. Sedangkan ayat Madaniyah tentang ibadah maupun muamalah dan akhlak.
Al-Quran telah membuat hukum-hukum dengan berangsur-angsur, misalnya larangan minum-minuman keras dan perjudian, sebagamana firman Allah : (Q.S. Al-Baqarah, 2:219). Lalu datanglah fase yang kedua dari fase yang mengharamkan khamar itu, yaitu dengan jalan mengharamkannya sesaat sebelum shalat dan bekas-bekasnya harus lenyap sebelum shalat.  dengan firman Allah  (Q.S. An-Nisa’, 4:43). Kemudian datanglah fase terakhir yaitu larangan keras terhadap arak dan judi, setelah banyak orang-orang yang meninggalkan kebiasaan itu dan setelah turun ayat yang pertama dan yang kedua, yaitu Firman Allah : (Q.S. Al-Maidah ayat 90)

4.      Al-Quran : Mukjizat Nabi Muhammad SAW
Mukjizat menurut bahasa berarti melemahkan. Al-Quran sebagai mukjizat menjadi bukti kebenaran Muhammad selaku utusan Allah yang membawa misi universal, risalah akhir, dan syariah yang sempurnabagi manusia. Ia menjadi dalil/argumentasi yang mampu melemahkan segala argument yang dibuat manusia untuk mengingkari kebenaran Muhammad selaku Rasulullah. (Q.S. Al-Baqarah, 2:23)


Kemukjizatan Al-Quran secara umum meliputi aspek-aspek  :
a.       Aspek bahasa Al-Quran
Terletak pada susunan huruf-huruf dan kata-kata Al-Quran terajut secara teratur dan adanya keserasian bahasa Al-Quran dengan akal dan perasaan manusia.  Sehingga Al-Quran membawakan dalil-dalil dengan mengetuk hati, menyenangkan perasaan manusia dan menyejukkan hati (Q.S. Fus-Silat, 41:39).

b.      Aspek Sejarah
Kedudukan, peran, proses perjuangan, dan ketabahan para rasul Allah mulai dari adam hingga Isa serta kondisi umat yang dihadapi mereka, dikisahkan Al-Quran diantaranya : nabi Adam (Al-Baqarah, 2:30-37) dan Nabi Isa (Maryam, 19:17-34)

c.       Syarat tentang ilmu pengetahuan
Al-Quran berbicara mengenai hukum-hukum alam: diantaranya persoalan-persoalan biologi, farmasi, astronomi, dan geografi.

d.      Konsistensi ajaran selama proses penurunan yang panjang tidak ada pada Al-Quran nilai-nilai dan hukum yang saling berlawanan, karena ia datang dari Allah. (Q.S. An-Nisaa’, 4:82). Ummi (umi) yaitu tidak pandai membaca dan menulis. Dan Muhammad SAW adalah seorang dari umumnya masyarakat dikala itu yang umi. Namun demikian, ia dikenal oleh masyarakat lantaran pribadinya yang mulia. ((Q.S. Al-Ankabut, 29:48).

5.      Komitmen Terhadap Al-Quran
Ada empat sikap yang menunjukkan komitmen muslim terhadap Al-Quran:
a.       Mengimani Al-Quran (Q.S. An-Nisaa’, 4:136)
b.      Mempelajari Al-Quran (Q.S. Al-A’raf, 7:204)
c.       Mengamalkan Al-Quran (Q.S. An-Nur, 24:51)
d.      Mendakwahkan Al-Quran (Q.S. Ali-Imran, 3:110).

B.     Al-Hadits
Sumber nilai islam setelah Al-Quran adalah Al-Hadist, yaitu hal-hal yang datang dari Rasulullah baik dalam ucapan, perbuatan, maupun persetujuan (taqrif). Hadits da yang berkaitan dengan syara’ (hadits tasyri) yaitu hadits yang datangnya Rasulallah dan hadits yang tidak berkaitan dengan syara’ (hadits ghairu tasyri’) yaitu tentang sifat kemanusiaan nabi, seperti cara duduk. Hal ini di dasarkan kepada pengakuan bahwa Muhammad sebagai Rasul dan sebagai manusia biasa (Q.S. Al-Kahfi;440).
Keterkaitan antara Al-Hadits dengan Al-Quran adalah sebagai berikut :
1.      Hadits menguatkan hukum yang telah ditetapkan Al-Quran.
2.      Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al-Quran yang bersifat umum.
3.      Hadits membatasi kemutlakan Al-Quran
4.      Hadist memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Quran.
5.      Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan Al-Quran.

Menurut Muhammad, Ajaj Al-Khatib (1975) bahwa secara etimologi, makna sunnah (sunah) berarti cara, jalan, kebiasaan, dan tradisi. Menurut istilah syara’ ialah perkataan (Sunnah Qauliyah), perubuatan (Sunnah Fi’liyah) maupun ketetapa/keizinan (sunnah taqriyah) Nabi Muhammad SAW.
a.      Pembagian As-Sunnah
1.      Sunnah Qauliyah yaitu sabda-sabda Rasulullah yang menerangkan hukum-hukum agama dan maksud isi Al-Quran serta berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan dan anjuran berakhlak mulia. Sunnah Qauliyah sering juga disebut “Khabar”, atau hadits. Khabar ditinjau dari sedikit atau banyaknya orang yang meriwayatkan atau sudut sanadnya dibagi dua :
(a)    Khabar Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan sejumlah orang yang secara terus menerus tanpa putus dan khabar mutawatir ada dua :
(1)   Mutawatir lafdhi ialah mutawaitr yang lafadh-lafadh haditsnya sama atau hamper sama.
(2)   Mutawatir ma’nawi ialah yang di dalam kata dan artinya berbeda-beda, tetapi dapat diambil dari kumpulannya satu ma’na yang umum, yakni satu ma,na dan tujuan.

Khabar mutawatir mempunyai syarat-syarat sebabab :
1.      Mereka yang memberitahukan itu benar mengetahui kenyataan dengan cara lihat atau mendengar sendiri.
2.      Jumlah orang-orangnya harus jumlah yang menurut adat tidak mungkin berbuat dusta, tak usah dengan jumlah yang terbatas, misalnya 7 atau 12 orang, asal saja dapat memberikan pengetahuan ilmu dlaruri, yakni mau tidak mau mesti dapat diterimanya tak dapat ditolak.
3.      Mesti sama banyak rawinya dari permulaan sanad-sanad sampai akhir sanad-sanad. Misalnya lapisan pertama 400 orang, dipertengahan sanadnya 90 orang dan di akhir sanadnya 110 orang. Yang dimaksud persamaan banyak, bukan persamaan bilangan, maka tidak mengapa kalau diantara lapisan-lapisan terdapat kurang sedikit.

(b)   Khabar ahad ialah hadits yang perawi-perawinya tidak mencapai syarat-syarat perawi hadits mutawatir.
Khabar ahad terbagi atas tiga, ditinjau dari banyak sedikitnya yang meriwatkannya (sudut sanadnnya) ialah :
(1)   Hadits masyhur, yaitu yang diriwatkannya oleh paling sedikit tiga orang, meskipun hanya dalam satu lingkaran, dan tidak sampai kepada derajat mutawatir.
(2)   Hadits aziz yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang dalam tingkatan itu.
(3)   Hadits gharib yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang saja, baik di awal sanad maupun ditengah-tengahnya.

Khabar ahad jika ditinjau dari segi kwalitetnya, yakni:
(1)    Sanadnya tidak terputus-putus
(2)   Orang yang meriwayatkan bersifat adil.
(3)   Tidak bercacat orangnya dan isi haditsnya dengan cacat yang membahayakan.
(4)   Keadaannya tidak dibenci dan ditolak oleh ahli-ahli hadist.

sifat-sifat orang yang meriwayatkannya, maka terbagi tiga :
(1)   Hadits shahih, yakni hadits yang mempunyai syarat hukum bukhari dan muslilim.
(2)   Hadits hasan, yaitu hadits yang memenuhi syarat hadits syahih, tetapi orang yang meriwayatkan kurang kuat ingatanya. Disini boleh diterima sekalipun tingkatan hafalannya agak kurang sempurna, asal tidak berpenyakit yang membahayakan.
(3)   Hadits dha’if yaitu hadits yang tidak lengkap syaratnya yakni tidak memenuhi syarat yang terdapat dalam hadits shahih dan hadits hasan.

2.      Sunnah F’Liyah yaitu perbuatan Nabi Muhammad SAW, yang menerangkan car melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudhu’, shalat dan sebagainya.
Sunnah fi’liyah terbagi sebab :
(a)    Pekerjaan Nabi SAW yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati, gerakan tubuh namun perbuatan ini tidak ada hubungannya dengan suruhan, larangan atau tauladan.
(b)   Perbuatan Nabi SAW yang bersifat kebiasaan seperti : cara makan, tidur dan sebagainya. Perbuatan ini tidak ada hubungannya dengan larangan dan tauladan, kecuali kalau ada anjuran Nabi untuk mengikuti cara tersebut.
(c)    Perbuatan Nabi SAW, yang khusus untuk beliau sendiri. Misalnya : menyambung puasa dengan tidak berbuka dan beristri lebih dari empat.
(d)   Pekerjaan yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal, seperti : shalatnya dan hajinya.
Sabdanya :
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari).
(e)    Pekerjaan yang dilakukan terhadap orang lain sebagai hukuman, seperti : menahan orang, atau mengusahakan milik orang lain.
(f)    Pekerjaan yang menunjukkan kebolehan saja, seperti : berwudhu’ dengan satu kali, dua kali dan tiga kali.

3.      Sunnah dTaqririyah yaitu bila Nabi SAW, mendengar sahabat mengatakan sesuatu perkataan atau melihat mereka memperbuat sesuatu perbuatan, lalu ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi SAW, dan tiada ditegurnya atau dilarangnya, maka yang demikian yang dinamai sunnah ketetapan  Nabi (taqdir).
Syarat sah taqdir ialah orang yang dibiarkannya itu benar-benar orang yang tunduk kapada syara’, bukan orang kafir atau munafik.
Contoh taqdir antara lain : membiarkan dzikir dengan suara keras sesudah shalat.
Selain itu juga ada Sunnah Hammiyah ialah sesuatu yang dikehendaki Nabi tetapi belum jadi dikejakan. Misalnya beliau ingin melakukan puasa pada tanggal 9 muharram, tetapi belum dilakukan beliau telah wafat.

b.      Kedudukan As-Sunnah
1.      Pengalaman As-sunnah sebagai konsekuensi iman kepada Rasul, perintah Allah mengenai keimanan kepada Rasulullah Muhammad SAW antara lain terdapat pada (QS. An-Nisaa’, 4:136)
2.      Keterangan Al-Quran tentang rasul
Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang menyatakan posisi rasul dalam syariat islam yakni sebagai contoh dan tauladan. Terungkap dalam (QS. Ali Imran, 3:164), (QS. An-Nahl, 26:44), (QS. An-Nahl, 16:64), (QS. Al-Ahzab, 33:21), (Al-Hasyr, 59:7).
3.      Pernyataan Rasulullah mengenai As-Sunnah
Rasulullah menerangkan keberadaab dirinya sebagai sumber agama, anatara lain :
“Ketahuilah, sesungguhnya aku telah diberi Al-Kitab dan sesuatu sejenisnya”. (Hadits riwayat Abu Daud dr Al-Miqdan bin Ma’di Kariba).
4.      Ijmak sahabat untuk mengamalkan As-Sunnah para sahabat menjadikan sunnah Rasul sebagai pijakan untuk memperoleh penjelasan dan perincian dalil-dalil Al-Quran yang bersifat umum.
5.      Keberadaan Al-Quran mengharuskannya adanya as-sunnah sebagian besar hukum-hukum di Al-Quran, diaplikasikan dan merujuk kepada penjelasan teoritis maupun praktis dari Rasulullah.

c.       Posisi As-Sunnah dalam Syariat Islam
As-Sunnah menempati tempat kedua setelah Al-Quran. Karena dari segi periwayatannya Al-Quran bersifat Qati dan wujud (kualitas periwayatan yang bersifat pasti), dan As-Sunnah bersifat zanni Al-wujud (bersifat relatif).

d.      Fungsi As-Sunnah terhadap Al-Quran
1.      As-Sunnah sebagai penguat Al-Quran
Al-Quran menyebutkan suatu kewajiban dan larangan, lalu Rasul dalam sunnahnya menguatkan kewajiban dan larangan tersebut.
Contoh: Allah berfirman dalam (QS. An-Nisaa’ 4:136), sehingga dikuatkan oleh As-Sunnah antara lain (Hadits riwayat Muslim dari Umar Bin Khatab).
2.      As-sunnah sebagai penjelas Al-Quran
As-Sunnah memberikan penjelasan terhadap ayat Al-Quran, antara lain : (QS. Al-Baqarah, 2:238)
“Peliharalah semua Shalat (mu) dan (peliharalah) Shalat wusta”
Yang dimaksud dengan shalat wusta, dijelaskan oleh As-Sunnah yaitu Shalat Ashar.
3.      As-Sunnah sebagai pembuat Hukum
Sunnah menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Quran misalnya Al-Quran menyebutkan empat macam makanan yang haram dalam firman-Nya (QS. Al-Maaidah, 5:3) lalu As-Sunnnah datang dengna ketetapan baru.
“dari Ibnu Abbas, ia berkata : Rasulullah melatrang (memakan) setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkaki penyambar”. (HR. Muslim dr Ibnu Abbas).

C.    Ijtihad
1.      Arti Ijtihad
Ijtihad berasal dari kata “jahada”, artinya berusaha sungguh-sungguh dalam pengertian terminology hukum, Mukti Ali (1990) menyebutkan Ijtihad adalah berusaha sekeras-kerasnya untuk memebentuk penilaian yang bebas tenteang sesuatu masalah hukum. Ijtihad merupakan pekerjaan akal dalam memahami masalah dan menilainya berdasarkan isyarat-isyarat Al-Quran dan As-Sunnah kemudian menetapkan kesimpulan mengenai hukum masalah tersebut.
Suatu perbuatan yang hukumnya telah ditunjuk serta jelas dan tuntas oleh ayat-ayat Al-Quran dan As-Sunnah adalah bukan kategori Ijtihad. Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian ilmiah karena itu bersifat relative. Relativitas Ijtihad ini menjadikannya sebagai sumber bilai yang bersifat dinamis. Satu hal yang disepakti para ulama bahwa Ijtihad tidak merambah dimensi ibadah mahdah. Maksudnaya Ijtihad tidak berlaku bagi perumusan hkukum aktivitas ibadah formal kepada Allah, seperti shalat. Sebab ibadah formal merupakan hak Allah.

2.      Metode Ijtihad
Netode Ijtihad antara lain :
(a)    Qiyas yaitu merupakan hukum perbuatan tertentu kepada perbuatan lain yang memiliki kesamaan. Misalnya Al-Quran melarang jual beli ketika jumat (Al-Jumu’ah, 62:9) dan hukum perbuatan selain dagang juga terlarang, karena sama-sama menganggu shalat jumat.
(b)   Istihsan yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran islam. Misalnya, seseorang mesti memilih satu dari dua alternative perbuatan yang sama-sama buruk. Maka ia mengambil salah satu yang diyakini paling ringan keburukkannya.
(c)    Masalihul mursalah yaitu menetapkan hukum berdasarkan tinjauan kegunaan atau kemanfaatanya sesuai dengan tujuan syariat.

D.    Penggunaan Akal Sebagai Sumber Ajaran Islam
Akal ditempatkan islam pada kedudukan yang penting bahkan dalam konteks tertentu diletakkan sebagai sumber hukum setelah Al-Quran dan hadits. Karena budaya manusia yang berkembang dari waktu yang menuntut hukum-hukum untuk berkembang pula. Sehingga, banyak masalah yang dihadapi manusia yang jawabannya belum tercantum secara eksplisit dalam teks-teks Al-Quran dan hadits. Untuk menjawab permasalahan manusia itu diperlukan pemikiran dan kerja akal yang mendalam sehingga kebutuhan manusia terhadap hukum islam dapat terpenuhi.
Oleh karena itu, islam memperkenalkan dasar ketiga setelah Al-Quran dan hadits, yaitu akal atau rakyu disebut pula dengan istilah Ijtihad. Ijtihad dapat dilakukan secara perorangan (Ijtihad fardhi) dan secara kelompok. (Ijtihad Jama’).