Halaman

Jumat, 07 Juni 2013

Wawasan Islam


A.    Terminologi Islam tentang IPTEK
Agama Islam datang dan diturunkan melalui wahyu Allah, sedangkan ilmu pengetahuan merupakan hasil olah pikir dan akal budi manusia ciptaan Allah. Karena itu, kebenaran ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Yang satu bersifat apa adanya (given) dari Allah yang mutlak kebenarannya, sedangkan yang lain diciptakan dan disusun oleh manusia yang kebenarannya bersifat relatif. Walau demikian, agama Islam dan ilmu pengetahuan pada hakikatnya bersumber dari Allah dan Allah mendorong manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, agama Islam tidak menentang atau menghambat lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang sering disangkakan orang. Bahkan sebaliknya Islam justru mendorong lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi, karena penguasaan hal tersebut merupakan perwujudan dari tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi yang dibekali akal untuk berfikir.
Ilmu pengetahuan sebagai produk akal senantiasa dapat diikuti oleh Agama Islam, karena Islam memberikan tempat yang tulus bagi pengembangan pemikiran manusia. Akal diperintahkan untuk bekerja dengan giat memikirkan dengan serius dan mendalam terhadap segala hal dan segala peristiwa di alam raya ini. Sesuai firman Allah QS. Yunus ayat 101.
Ayat tersebut mendorong manusia untuk mengadakan pengamatan pada langit, bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disana. Pengamatan, penelitian, dan observasi merupakan bagian dari metode yang digunakan ilmu pengetahuan. Dengan demikian agama Islam memandang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pandangan yang positif, bahkan mendorong manusia untuk menggali dan mengembangkannya.
Ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam, tidak dibiarkan berdiri ditempat netral dan berjalan sendiri. Ilmu bukan untuk ilmu itu sendiri, tetapi ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia. Bahkan ilmu pengetahuan diarahkan kepada pencarian kebenaran yang dapat difungsikan untuk menambah keyakinan akan kemahakuasaan Allah dan kebenaran agama.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah kumpulan rasionalitas manusia yang dihasilkan dari logika dan fenomena-fenomena alam. Gejala-gejala alam adalah aturan baku yang ditetapkan Allah atas alam semesta yang disebut sunnatullah. Ilmu pengetahuan pada dasarnya hasil upaya manusia mendeskripsikan secara rasional dan sistematik hukum-hukum (sunatullah) tersebut. Jika ilmu pengetahuan merupakan deskripsi sunatullah, maka sumber ilmu pengetahuan adalah Allah sendiri.
Teknologi adalah penerapan ilmu pengetahuan secara sistematis untuk memanfaatkan alam disekelilingnya dan mengendalikan gejala-gejala yang dapat dikemudikan manusia dalam proses-proses produktif yang ekonomis. Teknologi sebagai penerapan ilmu pengetahuan diarahkan kepada kepentingan untuk mencapai kesejahteraan manusia. Kesejahteraan manusia tidak terletak pada pemenuhan kebutuhan material semata, melainkan juga kebutuhan rohaniah. Jadi, IPTEK ditempatkan sebagai alat bukan tujuan.
Dengan ilmu pengetahuan, manusia dapat menghayati kuasaan Allah yang tidak terbatas sehingga manusia dapat merasakan keterbatasan dan kelemahan dirinya dihadapan Allah. Karena itu sudah sepantasnya manusia menghambakan dirinya kepada Allah Yang Maha Kuasa.Islam menempatkan ilmu pengetahuan pada tempat yang tinggi dan mulia, sesuai dengan QS. Al-Mujaadillah ayat 11. Penyebutan orang yang beriman dan berilmu mengisyaratkan bersatunya iman dengan ilmu. karena itu, dalam pandangan Islam ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, ia selalu memihak kepada kebaikan dan kebenaran.
Alam yang luas menjadi objek ilmu pengetahuan adalah bukti kekuasaan Allah yang tidak terhingga sebagaimana diungkapkan dalam Firman-Nya (QS. Al-Baqarah:255). Ayat ini menunjukkan bahwa sangat luas kekuasaan Allah (ilmu-Nya) antara langit dan bumi. Hal ini menunjukkan bahwa sangatlah luas ilmu yang bisa digali di alam semesta ini. Betapa luasnya ranah tersebut, sehingga kalaupun manusia memperoleh ilmu pengetahuan, dalam pandangan Allah ilmu tersebut masih sangat sedikit.
Dengan demikian, tampaklah bahwa agama Islam berpandangan sangat luas dan positif terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi serta mendorong umatnya untuk menguasainya dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan umat manusia dan keridhaan Allah SWT.


B.     Falsafah Ilmu Pengetahuan dalam perspektif Islam
Menurut Prof. Dr.Harun Nasution falsafah berasal dari kata Arab falsafah. Orang Arab memindahkan kata Yunani Philosophoia (filsafat) ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikannya dengan tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu falsafa dengan pola fa'lala, fa'lalah dan fi'lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafa seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.

Secara etimologi, defenisi filsafat sebagai berikut :
a.       Pengetahuan tentang hikmah
b.      Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar
c.       Mencari kebenaran
d.      Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.

Menuru Al Kindi, sebagai ahli pikir pertama dalam filsafat Islam yang memberikan pengertian filsafat dikalangan umat islam membagi filsafat itu dalam tiga lapangan :
1.Ilmu fisika (al ilmu al-thobiiyyat) merupakan tingkatan rendah
2.Ilmu matematika (al ilmu al riyadi), merupakan tingkatan tengah
3.Ilmu ketuhanan (al ilmu al rububiyyat), merupakan tingkatan tertinggi.

Menurut Al Farobi, mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang ujud karena ia ujud (al'ilmu bi alma ujudaat bima hiya maujudah). Dari sini ia membagi lapangan filsafat menjadi dua yaitu :
1.Filsafat teori (al falsafah al nadariyah), mengetahui yang ada tanpa tuntutan untuk mewujudkannya dalam amal.
2.Filsafat praktek (al falsafah) al 'amaliyah), mengetahui sesuatu yang seharusnya diujudkan dengan amal, yang melahirkan tenaga untuk melakukan bagian-bagiannya yang baik.

Pada mulanya filsafat memang diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences). Mulannya filsafat harus mampu menjawab pertanyaan tentang segala sesuatu dan segala macam hal. Soal-soal yang berhubungan dengan alam semesta, manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Kemudian karena perkembangan dan keadaan masyarakat, banyak problem yang tidak bisa dijawab lagi oleh filsafat. Lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberi jawaban terhadap problem-problem tersebut.
Perkembangan filsafat dalam dunia islam, nampak nyata setelah umat Islam-bangsa Arab muslim pada masa itu berkomunikasi dengan dunia sekitarnya, berhubung dengan peradaban kebudayaan dan bangsa-bangsa yang didudukinya serta menerima pengaruh dari padanya. Perkembangan filsafat tersebut dipercepat oleh kaum muslimin dengan adanya usaha penerjemahan berbagai macam buku ilmu pengetahuan, terutama filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab.
Namun demikian, bukan berarti bahwa pemikiran-pemikiran filosofis belum dikenal oleh umat Islam sebelum itu. Sebelum masuknya istilah filsafat dan filosof dalam dunia islam, umat islam telah mengenal istilah "al hikmah" dan usaha untuk mencari al hikmah, yang mempunyai pengertian dasar yang sama dengan filsafat. Al-Hakim, yang berarti orang yang memiliki al hikmah disebut juga sebagai filosof.
Islam datang dengan membawa Al-Quran sebagai sumber dan dasarnya. Al-Quran juga disebut sebagai Al-Hakim (QS. Yasin ayat 1-2), dan ini berarti bahwa Al-Quran adalah merupakan sumber dan perwujudan al hikmah atau filsafat dalam Islam. Al-Quran juga menegaskan bahwa usaha mencari al hikmah (berfilsafat) itu hanya mungkin dikerjakan oleh orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah ayat 269).
Dengan demikian jelas bahwa usaha mencari al hikmah, menurut ajaran Islam, hanya mungkin dikerjakan dengan menggunakan akal pikiran. Usaha mencari al hikmah, kebajikan dan kebijaksanaan dengan menggunakan akal pikiran, adalah merupakan pengertian dasar dari filsafat. Jadi, al hikmah dan usaha mencari al hikmah, tidak lain kecuali "filsafat dan berfilsafat" dalam Islam.
Kalau filsafat pada umumnya telah sampai pada kesimpulan ontologis tentang adanya sebab pertama (causa prima) dari adanya segala sesuatu, ternya apa dan bagaimana adanya Causa Prima tersebut. Filsafat tidak mampu memberikan jawaban pasti. Berbagai bentuk dari ragam budaya adalah merupakan jawaban falsafati tentang adanya Causa Prima tersebut. Dalam hal ini Islam menegaskan bahwa causa prima tersebut adalah yang mencipakan alam dan sekaligus mengembangkan alam, yaitu Allah SWT.
Tumbuh dan berkembangnya alam pikiran falsafati dalam dunia Islam tersebut, disebabkan karena beberapa faktor, antara lain sebagaimana diungkapkan oleh M.M. Syarif
1.Sumber Islam yang asli dan murni yaitu berupa ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW.
2.Bersumber dari budaya dan pemikiran bangsa-bangsa yang kemudian masuk Islam.
3.Bahan terjemahan dari bahasa asing.
Dari garis besarnya bentuk sistem filsafat yang berkembang dalam dunia Islam tersebut. Sebagaimana diringkaskan oleh Ahmad Fuad Al-Ahwany dalam "Al-Fasafah Al-Islamiyah" adalah (1) pemikiran-pemikiran falsafati dalam ilmu kalam, (2) pemikiran-pemikiran falsafati dalam Tasawuf, (3) pemikiran-pemikiran falsafati dalam Fiqh dan (4) pemikiran-pemikiran falsafati dalam ilmu pengetahuan.
Dalam sistem ilmu kalam (theologia Islam) digunakan dalil-dalil nakli yang berupa penegasan - penjelasan dari wahyu, dan dalil-dalil akli, yaitu penggunaan alal pikiran. Falsafati dalam tasawuf (sufisme) yaitu kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhannya, dan pada hakikatnya manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Falsafati dikalangan Fuqaha, dalam usahanya untuk memahami hakikat syariat Islam dan menetapkan hukum-hukum syari'at secara terperinci, telah merumuskan sesuatu sistem berpikir yang khas, sebagaimana nampak pada ilmu usulfiah. Usul Fiqh tersebut adalah, merupakan penjabaran dari sistem ijtihad yang telah ada dalam sunnah Nabi dan dipraktekkan secara nyata oleh para sahabat, kemudian dikembangkan serta dibuat kaidah-kaidahnya oleh para Fuqaha (para ahli Fiqh).
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam pada masa jayanya, tidak lepas dari pengaruh fisafat Yunani dan pemikiran-pemikiran tentang alam yang telah ada sebelumnya. Sebagaimana diketahui bahwa filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan. Bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan alamiah telah dikembangkan oleh ahli-ahli dan filosof-filosof dikalangan muslim yang kemudian secara berangsur-angsur berpindah ke dunia Barat sebagai berikut :
1.Dalam bidang Matematika : Teori Bilangan, Aljabar, Geometri Analit, Trigonometri.
2.Dalam bidang Fisaka : Mekanika, optika.
3.Dalam bidang kimia : Al kimia
4.Dalam bidang Astronomi : Mekanika benda langit
5.Dalam bidang Geologi : Geodesi, Mineralogi, Meteorologi.
6.Dalam bidang Biologi : Phisiologi, Anatomi, Botani dan Zoologi, Embriologi, Pathologi.
7.Dalam bidang Sosial : Politik.
Dalam segi metodologi ilmiah ternyata bahwa ahli-ahli ilmu pengetahuan dan filosof dari kalangan kaum muslimin adalah merupakan printis-perintisnya. Pola berfikir rasional dalam dunia ilmu pengetahuan sebenarnya dikenal oleh ahli-ahli pikir. Barat lewat pembahasannya ahli-ahli falsafah Islam terhadap Falsafat Yunani yang dilakukan antara lain oleh Al Kindi (809-873 M), Al Farabi (881-961 M), Ibnu Siria (980-1037 M) dan Ibnu Rusyd (1126-1198 M). Sarjana Islam juga menyumbang kemajuan ilmu dengan pengembangan Aljabar oleh Al Khawarismi, Geometri oleh Al Battani, serta penggunaan angka desimal.


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan jejak kalian,, -__-